Bagi anggota Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), gelaran Kongres Nasional II pada 22 Agustus 2020 mendatang memiliki peran yang sangat penting. Karena di balik gagasan penguatan ekositem media siber, diharap ada langkah lanjutan terkait posisi AMSI dan anggotanya di ranah digital.
“Jika di periode awal berdiri AMSI lebih fokus pada konsolidasi organisasi, sehingga kemarin langkahnya berjuang untuk menjadi konstituen Dewan Pers, kolaborasi anti hoax dan lain-lain, kini saatnya membangun posisi tawar media online anggota AMSI,” kata Arief Rahman, Ketua AMSI Jawa Timur.
Posisi tawar yang dimaksud terkait strategi penguatan konten, pengembangan bisnis, serta keberpihakan regulasi kepada industri media nasional di era digital. Bargaining position ini diharapkan semakin menguat dengan stakeholder di dalam maupun luar negeri.
Pemimpin Umum Lensaindonesia.com ini kemudian mengingatkan bagaimana media online saat ini memiliki keberadaan yang tidak bisa dipisah dari perusahaan teknologi dunia, seperti Google, Facebook, dan lain-lain.
“Saya berharap media siber anggota AMSI memiliki kapabilitas yang lebih baik. Punya posisi tawar kuat lewat program dan kegiatan-kegiatan AMSI ke depan,” tambahnya. Dengan begitu, media anggota AMSI akan semakin kuat dari sisi relasi dengan pasar, khususnya menyangkut arus revenue dari iklan sebagai pendukung penting dalam bisnis media online.
Media Online di Masa Pandemi
Keberadaan media online di Indonesia saat ini memang masuk dalam masa yang sangat berat. Pandemi COVID-19 sejak Maret 2020 menghantam banyak bisnis di Indonesia, termasuk industri media. Mulai dari dari media cetak, online, radio, dan televisi terdampak.
Ketua AMSI Wenseslaus Manggut dalam sebuah kesempatan menjelaskan, survei yang dilakukan pihaknya terhadap 300 lebih anggota AMSI, jumlah pembaca media online justru naik. Sayangnya, berbanding terbalik dengan pendapatan mereka.
“Kami survei tentang situasi media saat pandemi, traffic naik di daerah-daerah, hampir semua media lokal naik tinggi, ada yang naik hingga 200 persen. Tapi revenue turun jauh, rata-rata 30-40 persen,” kata dia dalam diskusi MarkPlus Industry RoundTable: Surviving The COVID-19, Preparing The Post: Broadcast, PayTV & Media Industry Perspective, Jumat (5/6/2020) lalu.
Dalam survei yang dilakukan 25 April hingga 5 Mei kepada ratusan media online di kota besar dan daerah-daerah, pendapatan perusahaan media yang turun berasal dari pemasukan iklan yang berkurang drastis.
Khusus di media online di daerah-daerah, penurunan iklannya hingga 80 persen karena biasanya orderan mereka berasal dari pemerintah daerah. Besarnya biaya yang dibutuhkan untuk penanganan COVID-19 di daerah membuat pemerintah daerah menahan diri untuk beriklan.
Selain itu, sebanyak 20 persen media online memilih untuk memotong gaji wartawannya ketimbang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Sedangkan media yang menunda pembayaran gaji dan Tunjangan Hari Raya (THR) sebanyak 15 persen.
Wenseslaus juga menyebut jika salah satu media online daerah di Jawa Timur harus tutup karena tak mampu bertahan. Dia memprediksi, arus kas media online hanya mampu bertahan hingga 4-5 bulan ke depan.