Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) mengungkap jika persaingan di sektor bisnis antar media kebanyakan masih menggunakan pola lama. Fakta tersebut diutarakan oleh Korwil AMSI Jabanusa (Jawa Bali dan Nusa Tenggara) Yatimul Ainun saat mengisi materi ‘Media Antara Bisnis dan Etika’ persembahan PT Pertamina EP Cepu (PEPC) di Hotel Kampi, Surabaya, Kamis (19/12/2019).
Dunia perekonomian digital telah membuka peluang bagi suatu negara untuk melakukan leap frog. Namun digitalisasi juga membawa tantangan baru salah satunya mengakomodir eksistensi media massa. Sementara, saat ini konsumsi masyarakat terhadap media massa konvensional seperti koran, tabloid maupun majalah mulai bergeser kepada media berbasis digital atau media online.
“Sebab ketika membicarakan digitalisasi berarti kita memasuki berbagai pintu,” terang Yatimul Ainun.
Sedangkan tantangan bagi media digital adalah media sosial yang hampir mendominasi dan sudah mengambil alih peran media massa. Namun, pihaknya mengingatkan, media sosial bukan produk dari jurnalisme sebab tidak dibekali dengan pedoman media cyber dari Dewan Pers.
Pada era ekonomi digital ini, kemandirian dalam bermedia sangat diperlukan. Kesejahteraan wartawan bergantung dengan mengikuti inovasi yang ada.
“Karena kita masih mengandalkan iklan konvensional, tapi pendapatan di Google Ads sangat rendah,” jelas Pemred TIMES Indonesia ini menegaskan.
Logika ini harus dipahami sebab berkaitan dengan bisnis. Sedangkan kunci pola bisnis digital media adalah kolaborasi dan sindikasi.
Dia mengakui, jika berkolaborasi bersama memang bukan hal mudah. Padahal muara tersebut harus dilengkapi dalam upaya produksi konten.
Saat ini ada 23 media di Indonesia yang diinisiasi oleh Google untuk melakukan cek fakta dengan sistem sindikasi. Antara lain TIMES Indonesia, Tempo, Detik, Suara dan lainnya. Ada jurnalis khusus untuk melakukan cek fakta dari berbagai berita seperti hoax dan berita viral.
AMSI sendiri mendampingi media bambu runcing atau media yang tidak berada pada koorporasi besar dengan mengusung sikap kemandirian dan prinsip jurnalisme. Terlebih, kelesuan media nasional akibat pergeseran konstruksi masyarakat yang cenderung disajikan menu media lokal.
“Tapi jangan menjadi media abal – abal,” tandasnya.
Korwil AMSI Jabanusa ini menambahkan, media juga harus melakukan edukasi dan literasi. Agar jangan sampai pilar keempat demokrasi bergeser dikuasai oleh media sosial yang ada.