Sejak internet mulai marak, industri media di Indonesia sudah mengalami dua gelombang perubahan. Gelombang pertama terjadi pada akhir 1990-an, ketika media daring bermunculan. Perlahan, mereka menggantikan media konvensional, seperti koran, majalah, dan televisi.
Tidak semuanya mampu bertahan hidup. Sebagian besar media daring yang masih bisa bertahan adalah mereka yang terafiliasi dengan media konvensional yang sudah mapan, seperti Kompas.com (dari Harian Kompas), Tempo.co (Majalah Tempo), Liputan6.com (siaran berita televisi Liputan 6), dan Republika.co.id (Harian Republika).
Mereka dimudahkan dengan dua faktor. Pertama, tradisi jurnalisme yang tinggal melanjutkan tradisi dari induknya. Kedua, mereka ditopang secara finansial oleh media induk. Beberapa media daring semacam ini bisa dibilang hadir di internet untuk menjaga eksistensi.
Walau begitu, ada beberapa media daring baru yang masih hidup, meski tidak berafiliasi dengan media konvensional. Contohnya adalah Detik.com. Bahkan, situs yang berdiri sejak 1998 itu bisa disebut sebagai pemimpin perubahan jurnalisme daring di negeri ini.
Sejak awal kemunculannya, Detik.com dikenal memprioritaskan kecepatan mengabarkan berita, sementara media daring terafiliasi media konvensional masih “angkuh” dengan kualitas jurnalismenya yang kaku dan lambat.
Kecepatan pemberitaan sebetulnya memiliki sisi negatif yaitu kedalaman berita, keseimbangan dalam memberitakan, bahkan akurasi kerap menjadi nomor dua.
Akan tetapi, di satu sisi publik menyukainya sehingga kecepatan menjadi standar baru di masyarakat. Ujung-ujungnya, hal ini diikuti media daring lain, termasuk yang berasal dari media konvensional.
Hanya saja, menggandrungi kecepatan ada harganya. Berlomba dalam kesegeraan membuat media daring akrab dengan berita yang dangkal dan banal.
Kondisi ini mendorong munculnya gelombang pergeseran kedua, yaitu tantangan untuk menghadirkan berita yang akurat, mendalam, dan segala kualitas jurnalisme lain dalam tempo sesingkat-singkatnya.
Salah satu media daring yang mencoba menjawab tantangan ini adalah Beritagar.id. Kami menawarkan laporan berbasis data dengan bantuan pengolahan komputer (computer assisted reporting), juga memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk melakukan agregasi informasi, yang kemudian disunting dan dilaporkan ulang kepada pembaca.
Dengan demikian, berita yang disuguhkan lebih komprehensif, bukan sekadar potongan informasi yang miskin konteks. Juga tetap disuguhkan dalam tempo cepat karena dibantu pengumpulan dan pengolahan data AI komputer.
Singkatnya, perubahan kedua ini mengembalikan “kejayaan” kualitas pemberitaan tanpa mengorbankan banyak waktu.
Bagaimana perkembangan mutakhir jurnalisme data berbasis computer assisted reporting ini? Apa saja tantangan yang masih saja menjadi pekerjaan rumah yang menghadang? Bagaimana masa depan data driven journalism?
Tema-tema tersebut akan menjadi bagian dari agenda pembahasan dalam Indonesia Lokadata Conference (ILOC) 2019, yang akan dihelat di Ballroom Hotel Kempinski Jakarta, pada 28 Agustus mendatang.
sumber : beritagar.id