Serikat pekerja yang mewakili para jurnalis di Inggris meminta pemerintah menaikkan pajak sebanyak tiga kali lipat untuk raksasa perusahaan-perusahaan teknologi global, guna mendukung industri media yang sedang dihadapkan guncangan baru dari wabah virus corona Covid-19.
Para analis sektor memperkirakan, sebanyak 5.000 jurnalis dapat kehilangan pekerjaanya apabila negara tidak campur tangan. Sebab pemberlakuan aturan karantina atau lockdown nasional telah menurunkan angka penjualan koran cetak dan pendapatan iklan.
Persatuan Wartawan Nasional atau National Union of Journalists (NUJ) mengatakan, saat ini diperlukan tindakan yang mendesak, dan pemerintah harus berupaya meningkatkan pajak layanan digital baru bagi perusahaan-perusahaan teknologi raksasa untuk mendanai ‘rencana pemulihan media’ yang lebih luas dan lebih jangka panjang.
“Diperkirakan, proposal yang diajukan ke Pemerintah Inggris dapat meningkatkan sebanyak 500 juta poundsterling (US$ 620 juta, 570 juta euro) dalam setahun. Angka itu baru dua persen dari yang mereka rencanakan. Kami katakan tiga kali lipat. Dan itu akan mewakili suntikan dana segera yang cukup besar jika diperlakukan sebagai pajak tak terduga,” ujar Asisten Sekretaris Jenderal NUJ Seamus Dooley kepada AFP pada Rabu (22/4).
Menurut laporan, pajak layanan digital yang mulai berlaku pada 1 April bakal mengincar mesin-mesin pencari, layanan media sosial, dan pasar daring (online) dari pengguna Inggris, dengan syarat pendapatan perusahaan mencapai lebih dari 25 juta poundsterling.
Kantor Tanggung Jawab Anggaran mengatakan, pajak itu diharapkan meningkatkan anggaran 280 juta poundsterling di tahun pertama dan 500 juta poundsterling pada akhir 2025 Kebijakan pajak digital itu diperkenalkan setelah beredar kontroversi tentang platform-platform online berbasis asing seperti Google dan Facebook, yang menghasilkan pendapatan iklan besar di Inggris tetapi membayar pajak dalam negeri yang relatif sedikit.
“Ada banyak penyebab umum antara pengusaha dan pemilik yang secara efektif menyediakan platform yang merugikan. Mereka bergantung pada pekerjaan organisasi media – jurnalis, fotografer, dan videografer – dan tantangan nyata bagi organisasi media yang bergantung pada pendapatan komersial adalah kurangnya iklan ke online,” kata Dooley.
Media-media penyiaran seperti BBC telah menampilkan tayangan rekaman kepada para pemeirsa, sementara situs-situs laman memperlihatkan lonjakan lalu lintas (traffic) sejak awal wabah, dan pemberlakua lockdown di Inggris yang dimulai pada 24 Maret. Ian Murray, direktur eksekutif di Society of Editors, mengatakan bahwa peningkatan kepercayaan terhadap media tradisional ibarat ‘lapisan perak yang sangat tipis dari awan gelap yang mengerikan’.
Di samping itu masih ada kekhawatiran tentang keruntuhan ekonomi dan sosial pada jurnalis, termasuk para pekerja lepas yang tidak tercakup oleh rencana penyelamatan pemerintah. Menurut majalah industri Press Gazette, hampir 250 surat kabar lokal ditutup antara 2005 dan 2018, dan krisis saat ini telah menyebabkan lebih dari 2.000 staf non-editorial di sekitar 500 surat kabar diberhentikan untuk sementara waktu.
Beberapa perusahaan yang memprediksi kerugian pendapatan hingga jutaan poundsterling telah memotong gaji atau meminta staf untuk mengurangi jam kerja, dan mengambil cuti tanpa digaji.
Yang lain telah mengumumkan merger atau memperingatkan bahwa mereka bisa menutup sepenuhnya. Perusahaan riset media Enders Analysis memperkirakan penjualan iklan di koran cetak Inggris bisa turun 330 poundsterling atau 30% tahun ini, dan peredarannya bisa terbagi dua.
Bahkan Menteri Kebudayaan Inggris Oliver Dowden telah memperingatkan industri media bisa merugi 50 juta poundsterling selama krisis, terutama karena perusahaan-perusahaan besar telah memblokir iklan online yang menyertai pemberiaan soal Covid-19.
sumber : investor.idinvestor.id