Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) mengeluarkan riset lanskap media digital Indonesia, hasilnya 88,2 persen pengelola media di Jakarta optimis jika industri media masih memiliki masa yang cerah, begitu juga untuk media di daerah dengan angka persentase 79,7 persen.
Hasil lanskap media digital Indonesia juga menemukan, kunci untuk bisa menjaga kelangsungan (viability) dan keberlanjutan (sustainability) adalah inovasi. Riset menunjukkan, memanfaatkan media sosial dalam penyebarluasan konten berita yang diproduksi memiliki peran penting (24,1 persen), disusul penggunaan teknologi baru dalam penyebarluasan berita (22,2 persen) dan 20,4 persen membangun sistem berlangganan lewat dompet digital.
Riset juga menunjukkan, untuk bisa menerapkan inovasi dengan optimal, industry media di tanah air masih memiliki “PR” yang besar, yaitu angka literasi pemanfaatan teknologi masih rendah. Ada 25 persen responden di Jakarta menyebut, persentase karyawan yang memiliki kemampuan teknologi baru 50 persen dari total karyawan.
Sekitar 16,7 persen responden mengaku baru 40 persen dari total karyawan yang bekerja di bagian redaksional sudah melek teknologi. Tapi ada juga 25 responden lainnya menyebut jika karyawan yang memiliki kemampuan teknologi sudah mencapai 100 persen.
Hasil riset juga mengungkapkan, 42,1 persen responden menyebut pemodal media siber di Jakarta adalah pengusaha nasional, 26,3 persen pemodal mandiri, 21,1 persen pengusaha lokal, sisanya ada 10,5 persen adalah lembaga donor. Di luar Jakarta, pemodalnya didominasi dana mandiri (66,2 persen), 21,5 persen pengusaha lokal dan 10,8 persen pemodalnya adalah pengusaha nasional.
Responden lanskap media digital Indonesia juga mengisi isian riset berisi pertanyaan pengelolaan media siber, hasilnya 62,5 persen bagian dari grup media tertentu, 37,5 persen responden yang mengaku bukan bagian dari grup media tertentu. Sedangkan di media siber luar Jakarta menyebut 80,3 persen bukan bagian dari grup media tertentu dan 18 persen merupakan bagian dari grup media tertentu.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Wahyu Dhyatmika mengatakan, memahami potret atau lanskap media online Indonesia diperlukan sebagai data awal (baseline) untuk menyusun langkah strategis membangun ekosistem digital yang mendukung pengembangan media online di Indonesia.
“Riset ini adalah riset komprehensif pertama yang memotret kondisi media digital Indonesia dan penting untuk merumuskan program-program peningkatan kapasitas pengelola media digital,” kata Wahyu Dhyatmika pada peluncuran Riset “Lanskap Media Digital di Indonesia: Menyambut Tantangan dan Peluang Digital untuk Media Online Lokal” secara virtual, Kamis, 29 Juli 2021.
Lebih jauh Wahyu Dhyatmika menjabarkan, transisi pengelolaan media konvensional menuju media digital tidak dapat terelakkan lagi. Sementara itu realitas di lapangan menunjukkan banyak problem yang dihadapi dalam pengelolaan media digital mulai dari kapasitas manajemen bisnis, pemahaman jurnalisme sampai eksekusi menghasilkan produk berkualitas.
“Karena itu diperlukan intervensi program yang tepat untuk mengatasi kesenjangan antara gagasan dan realitas. Langkah tersebut diperlukan sekaligus sebagai upaya untuk menyehatkan media digital, perbaikan kualitas jurnalisme dan penguatan civil society. Harapannya dengan media yang sehat percakapan di ruang publik akan lebih sehat,” katanya
Senior Rule of Law Government Relations Advisor USAID, Dondy Setya mengatakan, media memiliki peran penting untuk perbaikan kualitas demokrasi dan akuntabilitas di Indonesia. Hanya saja saat ini media menghadapi kondisi yang cukup berat karena kehadiran media sosial mendominasi pendapatan iklan (revenue), kehadiran influencer individu di platform media sosial, maraknya mis-disinformasi dan rendahnya literasi publik, yang mengancam kepercayaan masyarakat terhadap media.
“Peluncuran riset ini diharapkan dapat memberi wawasan terbaru untuk menjawab pertanyaan eksistensial peran kritikal media beberapa tahun ke depan, khususnya media di daerah. Ini bentuk dukungan USAID agar media tetap dapat menjalankan peran pentingnya,” ujarnya.
Senior Director-Media Business Internews, Jason Lambert menjelaskan, media menghadapi tantangan yang besar saat ini karena kondisi lingkungan yang kurang mendukung. Tantangan itu di antaranya terkait kemampuan inovasi, COVID-19 dan turunnya tingkat kepercayaan publik.
“Tingkat kepercayaan pada media turun pada beberapa tahun ini, karena naiknya dis dan mis-informasi. Masyarakat tidak tahu di mana menemukan berita yang dapat dipercaya, khususnya berita COVID-19, terjadi blur informasi antara berita yang benar dan dis-informasi yang beredar, ini menjadi tantangan sendiri bagi media untuk mendapatkan kepercayaan publik,” ujarnya.
Ia menambahkan ekosistem yang kurang mendukung lainnya bagi media, pendapatan iklan digital naik signifikan secara global, tapi dinikmati oleh perusahaan teknologi besar. Iapun mendorong media terus melakukan inovasi.
Sedangkan Dosen Universitas Multimedia Nusantara, Ignatius Haryanto mengatakan, riset ini menggambarkan sikap optimisme para pelaku media menjalankan bisnis media, hanya saja tidak ditunjang dengan kemampuan memadai untuk menghadapi perubahan bisnis media ke depan.
“Banyak yang masih menggunakan modal mandiri yang tidak besar, perangkat analitik yang sederhana, pemasukan yang tidak optimal dan ketergantungan yang tinggi pada iklan pemerintah, sehingga memunculkan pertanyaan terkait independensi media ke depan,” ujarnya.
Tim riset menyusun laporan ini dengan membagi hasil survey berdasarkan responden Jakarta dan luar Jakarta dan analisis komparasi dari dua area tersebut. Pembagian tersebut dilakukan karena perbedaan kondisi antara media Jakarta dan luar Jakarta.
“Terdapat perbedaan situasi yang signifikan antara media di Jakarta dan di luar Jakarta, terdapat disparitas terkait kapasitas dan pemanfaatan teknologi, yang masih cukup tinggi,” ujarnya.
Riset yang dilakukan AMSI merupakan dukungan program USAID MEDIA. Lanskap media digital Indonesia ini melibatkan 100 responden dari media online yang merupakan anggota AMSI, terdiri dari 82 persen media online lokal dan 18 persen media online di Jakarta sebagai responden utama.
Diskusi hasil riset ini juga mengundang Badan Pengawas dan Pertimbangan Organisasi dan Pemimpin Redaksi KBR.id, Citra Dyah Prastuti dengan moderator Pemimpin Redaksi Bisnis Indonesia, Maria Y. Benyamin.
Kegiatan ini diselenggarakan dalam dua bahasa dan dihadiri 125 orang peserta dari kalangan media, organisasi masyarakat sipil dan lembaga pemerintah, melalui platform Zoom maupun live streaming Youtube Asosiasi Media Siber Indonesia.**