Informasi yang tidak akurat, hoax dan tanpa verifikasi membuat krisis kepercayaan kepada masyarakat. Atas dasar itu, bertepatan pada perayaan hari jadi yang ke-2, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Jatim menggelar seminar nasional bertajuk ‘Good Journalism VS Hoax di Era Post Truth’ di Harris Hotel, Surabaya, Sabtu, (18/5/2019).
Ketua AMSI Jatim Arief Rahman menyebutkan dewasa ini kepercayaan masyarakat kini mengalami kemunduran. “Ada 43 ribu media yang hadir. Inilah pekerjaan besar AMSI dengan menggelar ini memberikan sosialisasi di masyarakat bagaimana ditengah banyaknya media siber dan membanjirnya hoaks,” ungkapnya saat berikan sambutan.
Dalam kegiatan tersebut hadir pula Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak. Dia mengaku pernah memiliki pengalaman tak enak tentang berita hoaks. Sewaktu baru menjabat dua bulan sebagai Bupati Trenggalek, dia mengaku pernah diberitakan sebagai rajanya korupsi.
“Saya punya pengalaman waktu jadi Bupati Trenggalek. Santer saya diberitakan melalui koran, saya baru dua bulan padahal, tapi sudah disebut rajanya korupsi,” terang Emil mengisahkan.
Awalnya politisi kelahiran Jakarta ini tidak menanggapi berita tersebut. Namun seiring berjalannya waktu ternyata berdampak, para kepala desa banyak yang datang kepadanya terkait pemberitaan itu.
“Kepala desa datang ke saya. Pak saya ada yang mendatangi, saya ditakuti, bupatinya saja bisa dibeginikan (diberitakan korupsi), bagaimana dengan bapak (kepala desa),” ungkap Emil.
Banyak kepala desa yang ketakutan. Mereka diancam dengan model pemberitaan seperti itu. “Buat mereka (kepala desa) masuk koran sudah jadi rasan-rasan tetangga. Padahal isi beritanya belum tentu bener,” tuturnya.
Alumnus Ritsumeikan Asia Pacific University Jepang itupun lantas meminta bantuan kepada dewan pers untuk memberi penjelasan ke para kepala desa, terutama tentang memilah pemberitaan yang tidak benar. “Dan memang dewan pers menyatakan media tersebut bersalah dan media itu harus minta maaf,” sebutnya.
Pemberitaan hoaks seperti itu, lanjut Emil, harus diperangi bersama. Karena dampaknya bisa sangat merugikan banyak pihak. Tidak hanya korban hoaks secara langsung, tetapi siapa saja yang cukup luas cakupannya.
Emil pun berharap media konvensional dapat memerangi berita hoaks. Mengingat sejauh ini, menurut data yang disampaikan Emil, masih 44 persen masyarakat Indonesia belum bisa mendeteksi berita hoaks dengan baik.
“Di sisi lain ini bisa jadi tantangan media konvensional, manakala orang lebih senang dengan judul yang bombastis,” bebernya.
sumber : suryamalang.com