Komisi Pengawas Persaaingan Usaha (KPPU) bekerjasama dengan Asosiasi Media Siber Indonesia Provinsi Bali (AMSI Bali) melakukan sosialisasi tentang Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Komisioner KPPU, Harry Agustanto menyampaikan sejak lahir KPPU menjadi lembaga untuk menjaga persaingan usaha di Indonesia, tanpa adanya monopoli.
Harry menjelaskan KPPU juga terus berjuang untuk mengimplementasikan iklim persaingan usaha lebih baik dan turut serta memperbaiki, meningkatkan perekomomian nasional dapat lebih ditingkatkan.
“Undang-undang No.5 Tahun 1999 menjadi regulasi yang berisi tentang aturan komitmen, sikap aktif, dan kesadaran pelaku usaha dalam berperilaku di pasar saat berinteraksi dengan pemasok, pesaing, dan konsumen,” katanya, dalam acara yang berlangsung di Diskominfo Provinsi Bali, Kota Denpasar, Kamis (5/11/2019).
Ia menjelaskan UU No 5 tahun 1999 belum ada pembaruan. Oleh karena itu dibutuhkan aturan baru yang sesuai dengan perkembangan zaman saat ini, agar kinerja KPPU semakin maksimal.
Sebab, persaingan usaha yang sehat pada industri ekonomi digital menjelaskan Indonesia menempati peringkat kelima terbesar di dunia dari 20 negara pengguna internet terbanyak, dengan jumlah mencapai 143 juta orang.
Ia menyampaikan dunia usaha tidak bisa mengadang kehadiran teknologi digital melainkan beradapatasi dengan berbagai potensi dan tantangan yang muncul.
“Kita meyakini bahwa pada tahun 1999 memang dibuat sesuai dengan konteks, jadi kita sangat berharap segera direvisi,” tambahnya.
Harry menyampaikan ada sejumlah poin penting yang masuk dalam Revisi UU Nomor 5 tahun 1999 itu antara lain, soal ekstra teritorial dimana sebelumnya KPPU hanya berwenang memeriksa pelaku usaha yang berdomisili di Indonesia. Namun saat direvisi kewenangannya diperluas sehingga bisa memeriksa dimana pun domisili pelaku usaha.
Kemudian terkait dengan denda yang dikenakan jika pada UU yang lama denda maksinal hanya Rp 25 Miliar, setelah revisi KPPU bisa mengenakan denda sebesar 30 persen dari perolehan keuntungan atas persaingan usaha yang tidak sehat.
sumber : timesbali.com