Media online atau media daring kini sudah menjadi salah satu “santapan” masyarakat sehari-hari. Tren itu pun turut memengaruhi siklus hidup sebagian besar manusia hari ini yang tidak bisa terlepas dari telepon genggam alias ponsel.
Akan tetapi, masyarakat juga mempunyai strata sosial dan latar belakang pendidikan yang berbeda. Faktor itu juga ikut memengaruhi cara mereka dalam menyikapi setiap informasi yang didapat.
Wakil Direktur Konten Detikcom, Iin Yumiyanti mengatakan tugas atau peran media saat ini adalah menyederhanakan bahasa yang dibahas oleh orang-orang pintar, dalam hal ini tokoh publik. “Yang terpenting dari media online adalah provocative jurnalism and hoax management (manajemen hoaks dan jurnalisme provokatif). Image media online pasti cepat beritanya, akurat, tapi beberapa persen publik meragukan karena adanya hoaks dan sebagainya,” ujar Iin di Jakarta, Rabu (9/10).
Dia menuturkan, tantangan lain dari media online selain masalah akurasi adalah motivasi untuk mengejar jumlah pengunjung atau pembaca (viewers) yang besar. Jangan sampai, kata dia, media daring sekadar menjadi “budak trafik”, tapi malah mengabaikan dampak dari pemberitaan yang mereka sampaikan ke publik.
Menurut Iin, budak trafik sangat menentukan seberapa kuat peran dari media online tersebut untuk menghasilkan persepsi publik. “Media online saat ini harus bisa menyamakan kondisi. Dalam hal ini tidak membuat publik ikut geram. Misalkan, ada demo besar-besaran, media online saat ini harus menampilkan tidak hanya tentang demo tersebut, tetapi harus memunculkan sisi lain yang membuat tenang publik. Hal ini sangat berdampak besar,” ucapnya.
Menurut Iin, media online harus bisa membuat masyarakat menemukan solusi atas kejadian-kejadian yang marak diberitakan belakangan ini. Sebagai contoh adalah pembuatan kampanye yang digaungkan oleh media, baik melalui konten maupun gerakan sosial, karena fungsi media online juga sebagai watch dog.
Selain media sosial, publik juga tentu membutuhkan media massa. Menurut Iin, saat ini persepsi masyarakat Indonesia lebih memercayai media berbayar. Iin lalu mencontohkan New York Times yang saat ini membatasi akses sejak 2016 untuk menangkal hoaks dan pelanggan berbayar mereka naik drastis setelah Pilpres AS 2017.
Iin juga menegaskan, etika pers dalam media onlien tetap harus sama, yaitu mengedepankan verifikasi, independensi, dan objektif. Ia juga mengatakan, republik ini dan persnya akan timbul dan tenggelam bersama-sama. “Terus-menerus mencari berita dan menyajikan secara independen adalah cara pers menjaga kepercayaan publik,” ujarnya.